Oleh : Hj. Aminah (aktivis Perempuan Sumbawa)
Kaum Perempuan, atau sering disebut emak emak, dewasa ini telah menjadi salah satu elemen penting dalam sejarah politik dan perjuangan bangsa. Mereka hadir sebagai subjek pembangunan dalam posisi yang “setara” dengan laki-laki. Terbitnya undang-undang yang mengangkat posisi kaum emak emak (perempuan) sebagai keniscayaan peradaban. Hal ini dibuktikan dengan terbentuknya sebuah redefinisi baru politik bahwa semua partai politik di Pemilu 2019 kemarin tidak akan bisa ikut menjadi kontestan jika tidak melibatkan “emak emak” di dalamnya. Bisa dibayangkan seandainya kaum “emak emak” tidak masuk dalam politik elektoral, maka kita tidak akan punya keterwakilan di DPR. Pada titik yang paling ekstrim, tanpa mereka, akan terjadi kekosongan kekuasaan di negara kita. Dahsyat bukan ?
Tentu saja, konsolidasi politik gender ini tak lepas dari perjuangan kaum “emak emak” itu sendiri. Bahwa, keterwakilan mereka adalah hasil dari sejatinya perjuangan kaum “emak emak” yang didukung oleh para aktivis mahasiswa dan elemen pro demokrasi lainnya.
Jadi, tugas dan perjuangan kita belum selesai. Artinya, kita harus menyepakati bahwa kontestasi Politik tidak boleh menjadikan isu kaum “emak emak” hanya sebagai komoditas politik semata. Perjuangan mereka harus mampu mentransformasikan nilai nilai yang menjadikan “emak emak” sebagai tonggak/subjek kebijakan-kebijakan politik yang gemilang dan berkeadaban, menuju tatanan masyarakat berkeadilan dan menyejahterakan.
Dengan demikian, kaum “emak emak” harus terus menyuarakan sikap politik mereka, baik melalui mimbar-mimbar politik, cafe-cafe, pasar dan ruang publik lainnya. Gaung politik pro “emak emak” akan semakin memberi efek positif dan konstruktif jika saja digaungkan oleh mereka sendiri, baik kepada masyarakat pemilih dan utamanya, kepada kandidat “emak emak” an sich. Apalagi jika suara-suara mereka secara langsung menisbatkan dirinya pada kandidat yang senyatanya dari kaum “emak emak”.
Saat ini, warna perempuan di dunia politik, semakin menunjukkan dirinya. Di Pilkada Sumbawa misalnya. Ibu Novi satu satunya keterwakilan kaum “emak emak” yang akan masuk terlibat di dalam kontestasi politik. Ini adalah sejarah baru di Sumbawa, kaum “emak emak” turun langsung terlibat dalam kontestasi Politik Pilkada. Jangan biarkan Ibu Novi sendiri, Inilah tugas kaum “emak emak”, tugas aktivis mahasiswa, tugas kaum pro demokrasi dan tugas kita semua yang peduli.(*)