SUMBAWA, infoaktualnews.com – Kisruh Perusahaan Daerah yakni PDAM Batu Lanteh kini temui titik terang, Dimana sebelumnya sempat menjadi perhatian publik. Pasalnya Pemerintah Daerah Sumbawa telah resmi memberhentikan Juniardi Adi Putra dari jabatannya sebagai Direktur PDAM Batu Lanteh, Kamis (28/4).
Sikap tegas ini diambil, karena dirut diduga terlibat tindakan kecurangan. Sehingga mengakibatkan kerugian perusahaan.
Dewan Pengawas (Dewas) PDAM Batu Lanteh, Dedy Heriwibowo menyatakan, hal ini berawal sejak terjadinya persoalan antara direktur dan karyawan perusahaan milik Pemda Sumbawa itu. Eskalasinya semakin meninggi pada Februari 2022 lalu. Dimana ada sejumlah karyawan yang melakukan audiensi ke DPRD Sumbawa. Mereka menuntut agar direktur PDAM untuk diberhentikan.
Menurut Dedy, aspirasi ini tidak serta merta di penuhi Pemda Sumbawa. Sebab, ada aturan terkait hal ini. Dalam aturan itu diatur bahwa direktur bisa diberhentikan sewaktu-waktu. Tentunya dengan sejumlah ketentuan.
“Ada alasan yang harus dipenuhi kaitan pemberhentian sewaktu-waktu itu,” cetus Dedy.
Adapun salah satu contohnya adalah terlibat kecurangan yang menyebabkan kerugian terhadap perusahaan. Sebelumnya, tidak satupun alasan untuk pemberhentian sewaktu-waktu yang terpenuhi saat itu. Jadi, saat itu direktur belum bisa diberhentikan.
Adanya dugaan penyimpangan yang disampaikan oleh sejumlah karyawan PDAM, juga ditelusuri oleh Dewas. Dalam hal ini, Dewas juga telah melakukan pengumpulan data. Pihaknya juga memanggil direktur terkait persoalan itu. Menurut informasi dari direktur, juga ditemukan terkait persoalan karyawan.
Karena itu dewas tidak gegabah. Dewas juga melapor ke Sekda Sumbawa selalu pembina. Dewas meminta agar Sekda memfasilitasi untuk dilakukan audit oleh Inspektorat Sumbawa terkait sejumlah persoalan yang sempat mencuat itu.
Audit dilakukan selama 15 hari. Hasil audit terbit pada 7 April lalu. Hasilnya, ada temuan oleh Inspektorat. Dari hasil audit ini, dilakukan pertemuan dengan Bupati Sumbawa. Dimana bupati meminta agar hasil audit itu ditindaklanjuti. Bupati juga meminta pendapat Forkopimda terkait persoalan PDAM ini.
Dalam hal ini, lanjut Dedy, yang ditindaklanjuti oleh Dewas ada lima poin dari hasil audit itu. Yang intinya bahwa Dewas memberikan kesempatan terakhir kepada direktur, pejabat struktural dan karyawan PDAM. Untuk menyelesaikan persoalan ini secara kekeluargaan. Apabila tercapai kesepakatan, maka akan dituangkan secara tertulis.
Diungkapkan, direktur PDAM telah melayangkan surat meminta untuk difasilitasi guna dilakukan musyawarah. Namun, sejumlah karyawan menolak untuk difasilitasi. Meski demikian, fasilitasi untuk musyawarah itu tetap dilaksanakan. Namun, tidak dihadiri oleh sejumlah karyawan. Jadi, musyawarah itu tidak bisa dilaksanakan.
Dedy menegaskan, adapun alasan pemberhentian direktur, berdasarkan hasil audit diperoleh informasi bahwa direktur terlibat kecurangan, yang menyebabkan kerugian pada perusahaan. Kemudian, direktur tidak bisa lagi memenuhi persyaratan sebagai direksi. Sehingga direktur ini dinilai tidak efektif lagi menjalankan organisasi.
Adapun tindak kecurangan yang dimaksud adalah terkait pengadaan seribu unit water meter pada 2020 dan 2021. Hasil audit mengatakan bahwa terjadi mark-up dalam proyek itu.
Dalam proyek ini, direktur menentukan harga sendiri. Kemudian dia melakukan komunikasi dengan penyedia untuk pengadaannya. Ternyata, setelah pihaknya melakukan konfirmasi kepada orang yang merupakan direktur perusahaan penyedia barang, yang bersangkutan merasa tidak pernah melakukan pengadaan. Sebab, perusahaannya sudah lama tidak beroperasi. Karena itu, diduga telah terjadi penyimpangan dalam proses pengadaannya.
Berdasarkan hasil audit Inspektorat, ada potensi mark-up sebesar Rp 179,8 juta dalam proyek pengadaannya itu. Jika memenuhi unsur penyimpangan, maka akan ditindaklanjuti dengan dilimpahkan ke APH.
Disinggung terkait adanya penyimpangan yang diduga dilakukan sejumlah karyawan, ada arahan dari bupati untuk melakukan tindakan tegas kepada karyawan. Dalam hal ini, ada sejumlah karyawan yang diduga melakukan penggelapan aset perusahaan. Saat ini kasusnya ditangani APH. Ada juga karyawan yang melakukan penggelapan keuangan. Dimana persoalan ini sedang diselesaikan secara internal perusahaan.
Namun, ada mekanisme tersendiri dalam penghentian karyawan. Pemberhentian tidak bisa sewaktu-waktu seperti direktur. Dimana pemberhentian melalui proses, seperti beberapa kali teguran dan akhirnya adalah PHK. Saat ini ada karyawan yang sudah dua kali ditegur. Jika sekali lagi diberikan teguran, maka yang bersangkutan sudah bisa diberhentikan.
“Pemerintah daerah tidak happy untuk memberhentikan si A atau si B. Tapi ini harus dilakukan, demi kelancaran pelayanan kepada masyarakat,” pungkasnya. (IA)