Menuju Hutan Lestari dan Masyarakat Sejahtera Melalui Pola Agroforestry di Wilayah Hulu Kota Sumbawa
Suparman Masjrun,S.Hut
( Mahasiswa Program Pascasarjana Manajemen Inovasi, Universitas Teknologi Sumbawa)
Sumbawa, infoaktualnews.com – Sumberdaya hutan mempunyai peranan penting sebagai penyangga kehidupan (life support system) dalam mengatur tata air, iklim mikro, curah hujan dan melindungi tanah dari erosi aliran permukaan (surface run off), memelihara keanekaragaman hayati (biodiversity), penyediaan hasil hutan, oksigen udara, penyerapan karbon, serta pembentukan estetika alam.
Pengelolaan hutan yang dalam perjalanannya telah mengubah peran sumber daya hutan dalam mendukung laju pertumbuhan pembangunan ekonomi nasional, terutama dalam mendukung perolehan devisa dan penyerapan tenaga kerja, serta mengantarkan perkembangan perolehan pendapatan per-kapita penduduk Indonesia.
Dengan demikian pada saat itu hasil usaha pertambangan mineral, logam, minyak dan gas yang semula menempati posisi utama, tergeser oleh hasil sumber daya non migas khususnya yang bersumber dari bahan baku hasil hutan (kayu/non kayu)Akan tetapi besarnya peranan kehutanan yang lebih berorientasi pada aspek ekonomi tersebut, telah membawa dampak buruk terhadap kuantitas dan kualitas sumber daya hutan (degradation and deforestation), serta menimbulkan kerusakan lingkungan, kerugian ekonomi dan sosial. Kondisi tersebut cenderung terus meningkat seiring dengan meningkatnya keragaman keinginan, tujuan dan kepentingan berbagai pihak, terhadap pemanfaatan sumberdaya hutan.
Saat ini, kondisi kawasan hutan dan lahan di Kabupaten Sumbawa sangat yang memerlukan perhatian khusus dan bersama, sebagai akibat dari kompleksitas permasalahan pengelolaan sumberdaya hutan seperti maraknya penebangan liar, perambahan dan okupasi lahan yang terjadi didalam kawasan hutan.
Disisi lain sistem kelembagaan pengelolaan hutan kawasan itu sendiri juga berada dalam kondisi yang memprihatinkan, baik dari dukungan politis, jumlah dan kualitas sumberdaya manusia (SDM), serta dukungan yang minim terhadap sarana dan prasarana yang dibutuhkan,ditambah dengan semakin meningkatnya kebutuhan ekonomi masyarakat sebagai dampak Covid-19 di segala sisi.
Hal tersebut berimplikasi pada lemahnya sistem manajerial pengelolaan kawasan dan pemanfaatan lahan yang ramah lingkungan dan bernilai ekonomi tinggi, terutama di daerah hulu sebagai inti penyangga hilir, sehingga perlu dilakukan penelitian dan pengembangan program dan pola serta upaya-upaya untuk meminimalisir dampak yang ditimbulkan, termasuk dengan cara mengubah paradigma pengelolaan kawasan hutan dan lahan, dari semula menggunakan pendekatan pengamanan (security aproach) diarahkan kepada konsep pembangunan kehutanan yang berkelanjutan (Sustainable forest development) dengan menitik beratkan pendekatannya pada pemberdayaan masyarakat sebagai mitra strategis dalam pengelolaan sumberdaya hutan yang ada di Kabupaten Sumbawa.
Keberadaan wilayah hulu Kota Sumbawa seperti wilayah Kecamatan Batulanteh dan Kecamatan Moyo Hulu sebagai wilayah penyangga utama, seperti sumber air minum dan daerah resapan air memegang peranan penting terhadap keberlangsungan kota Sumbawa. Namun disisi lain masyarakat di wilayah hulu memerlukan potensi ekonomi berupa lahan yang ada untuk keberlangsungan kehidupannya.
Wilayah hulu potensial untuk kegiatan sektor pertanian baik perkebunan, persawahan, hutan lindung dan hutan produksi. Kondisi tersebut menjadi tekanan dalam pemanfaatan potensi sumber daya air dan lahan untuk dimanfaatkan dan dikembangkan demi kepentingan kehidupan masyarakat setempat. Pengelolaan hulu harus diimbangi dengan kegiatan pelestarian, pengendalian, dan peremajaan untuk menjaga kualitas dan kuantitas air sungai dan air tanah yang dapat dimanfaatkan (Juwono dan Subagiyo, 2018).
Potensi yang dimiliki bagian hulu tidak hanya terukur dari aspek materil, tetapi yang tidak kalah penting sebagai daerah tangkapan dan resapan air. Pengelolaan bagian hulu yang dilakukan akan memberikan manfaat yang dapat dirasakan seluruh bagian dari hulu hingga hilir. Kondisi bagian hulu yang terjaga sebagai daerah resapan air dan pengatur pola air hingga ke hilir akan meminimalkan bencana seperti banjir maupun kemarau. Namun, kondisi sebagian besar bagian hulu di Indonesia ternyata masih jauh dari arti baik.
Menurut Permenhut Nomor 30 Tahun 2009, Deforestasi adalah perubahan secara permanen dari areal berhutan menjadi tidak berhutan yang diakibatkan oleh kegiatan manusia.
Sementara itu, degradasi hutan adalah penurunan kuantitas tutupan hutan dan stok karbon selama periode tertentu yang diakibatkan oleh kegiatan manusia.Konflik-konflik tenurial kerap terjadi karena rebutan lahan antar penduduk, penduduk dengan negara lewat perambahan, penduduk dengan perusahaan pemilik konsesi akibat tumpang tindih izin. Rebutan lahan itu menjadi problem sosial yang belum sepenuhnya terpecahkan hingga hari ini.
Pada dasarnya pola pemanfaatan lahan secara tradisional untuk memenuhi kebutuhan hidup dan tetap menjamin kelestarian lingkungan telah lama di praktekkan secara tidak langsung oleh masyarakat terdahulu di wilayah hulu. Praktik-praktik tradisional dalam perhutanan sosial di banyak tempat sudah membuktikan bahwa hutan bisa mencukupi kebutuhan penduduk dari segi sosial, ekonomi, dan ekologi.
Seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat pola tersebut semakin ditinggalkan. Seharusnya sistem tersebut terus dikembangkan sesuai dengan kondisi yang ada.Sistem agroforestry adalah solusi atas deforestasi dan degradasi hutan.
Agroforestry merupakan sistem penggunaan lahan yang mengkombinasikan tanaman berkayu (pepohonan, perdu, bambu, rotan dan lainnya) dengan tanaman tidak berkayu atay dapat pula dengan rerumputan (pasture), kadang-kadang ada komponen ternak dan hewan lainnya (lebah, ikan) sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antara tanaman berkayu dengan komponen lainnya ( Huxley,1999).
Agroforestry sebagai bentuk usaha menumbuhkan dengan sengaja dan mengelola pohon bersama-sama dengan tanaman pertanian dalam sistem yang memperhatikan keberlanjutannya secara ekologi, sosial dan ekonomi. Secara sederhana agroforestry adalah menanam pohon dalam sistem pertanian.
Dalam satu kawasan hutan terdapat pepohonan baik homogeny maupun heterogen yang dikombinasikan dengan satu atau lebih jenis tanaman pertanian. Keuntungan yang dapat diperoleh dengan cara ini adalah, masyarakat dapat mendapatkan hasil dari lahan hutan tanpa harus menunggu lama tanaman hutan dapat dipanen karena dapat memperoleh hasil dari tanaman pertanian baik perbulan atau pertahun tergantung jenis tanaman pertaniannya. Selain itu produktifitas tanaman kehutanan menjadi meningkat karena adanya pasokan unsur hara dan pupuk dari pengolahan tanaman pertanian serta daur ulang sisa tanaman.
Hal ini jelas akan menguntungkan petani karena dapat memperoleh manfaat ganda dari tanaman pertanian dan tanaman kehutanan.
Menurut Sa’ad (2002) Agroforestry dapat diklasifikasikan menjadi 5 yaitu :
1. Agrisilviculture (komponen pertanian dan kehutanan)
2. Silvopasture (komponen kehutanan dan peternakan)
3. Agrosilvopasture (komponen pertanian, kehutanan dan peternakan)
4. Silvofishery (komponen kehutanan dan perikanan)
5. Agrosilvofishery (komponen pertanian, kehutanan dan perikanan)
Adapun pola penggunaan ruang dan sistem agroforestry dapat dibagi menjadi 4 yaitu :
1. Trees Along Border, yaitu model penanaman pohon di bagian pinggir dan tanaman pertanian berada ditengah lahan.
2. Alternative Rows, yaitu kombinasi antara satu baris pohon dengan beberapa baris tanaman pertanian secara berselang-seling.
3. Alternative Strips atau Alley Cropping, yaitu kombinasi dimana dua baris pohon dan tanaman pertanian ditanam secara berselang-seling.
4. Random Mixture, yaitu pengaturan antara pohon dan tanaman pertanian secara acak.
Menurut Berenschot etal.1988, bahwa pemilik lahan yang sempit cenderung mengurangi minat budidaya pohon per satuan lahan dan mengarahkan masyarakat untuk memilih alternatif yang lebih fokus untuk sumber-sumber ekonomi keluarga dan pola komposisi jenis tanaman menurut intesitas waktu panen.
Dengan terimplementasinya pola Agroforstry diharapkan dapat terwujud kelestarian sumberdaya hutan dan lahan dapat diwujudkan dengan terlaksananya kegiatan pengelolaan hutan yang lebih baik dan berkelanjutan serta memberikan manfaat nyata bagi para pihak khususnya masyarakat yang berada di sekitar hutan. Kegiatan pengelolaan hutan dan lahan harus dipastikan memberikan dampak positif baik secara ekologi maupun ekonomi bagi masyarakat dan daerah, pemanfaatan secara optimal dengan mempertimbangkan kelestarian sumberdaya hutan dan kelestarian hasil dan berlangsung secara berkelanjutan.
Semangat pemberdayaan masyarakat dan pola pengelolaan hutan dan lahan menjadi prioritas utama setiap pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan dan lahan dalam rangka memberikan akses pola pengelolaan hutan dan lahan yang tepat dan mampu memberikan nilai ekonomi kepada masyarakat sekitar dan nilai ekologi untuk hutan dan lahan setempat.
Berdasarkan pemaparan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Masih kurangnya pengetahuan dan keinginan masyarakat hulu terkait pola Agroforestry dapat memicu eksploitasi lahan secara tidak terkendali.
2. Perlu dilakukan peningkatan kapasitas petugas penyuluh lapangan terkait pola Agroforestry dan implementasi yang benar serta dampak positif terhadap kesejahteraan dan kelestarian lingkungan.
3. Melalui pola Agroforestry optimalisasi lahan dan tingkat perekonomian masyarakat hulu dapat berkelanjutan.
4. Perlunya dukungan pihak-pihak terkait dalam upaya optimalisasi penerapan pola Agroforestry dan tahapan selanjutnya agar memberikan hasil sesuai yang diharapkan.
5. Pola Agrofrestry diharapkan memberi dampak nyata dalam mengurangi deforstasi dan degradasi kawasan hutan dan lahan di wilayah hulu Kota Sumbawa. (IA-*)