Penulis : Aldi Hidayat (Presma UNUSIA)
infoaktualnews.com
Di Abad ke 2 berdirinya Nahdlatul Ulama sebagai organisasi kemasyarakatan yang banyak menyumbang catatan sejarah perjalanan bangsa ini. Dalam menyongsong semangat baru, keterlibatan pemuda adalah kunci dalam setiap berjalan nya suatu organisasi bahkan negara sekalipun.
Apalagi dalam menyongsong Indonesia Emas 2045 nanti. Indonesia yang hari ini akan menginjak usia ke 78 tahun, telah menorehkan beberapa pencapaian pasca kemerdekaan. Dan untuk mendorong menuju negara maju tentu rancangan Indonesia kedepan mempunyai ambisi yang lebih besar.
Pencapaian Visi Indonesia dibangun dengan 4 pilar pembangunan, yaitu Pembangunan Manusia serta Penguasaaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan, Pemerataan Pembangunan, serta Pemantapan Ketahanan Nasional dan Tata Kelola Kepemerintahan. (Refrensi : visi Indonesia 2045 Bappenas).
Maka dari itu, perlu banyak merefleksikan lagi strategi apa yang harus dirancang dalam keterlibatan aktif pemuda Nahdliyin menuju 2045 nanti. Sebagai jawaban terhadap tantangan bonus demografi yang banyak diperbincangkan hari ini.
Bonus Demografi, adalah potensi pertumbuhan ekonomi yang tercipta akibat perubahan struktur umur penduduk, dimana proporsi usia kerja lebih besar daripada proporsi bukan usia kerja. Dan hari ini klasifikasi Generasi Z yang lahir dari mulai 1996-2012 mencapai 75,49 juta jiwa atau setara dengan 27,94 persen dari total seluruh populasi penduduk di Indonesia.
Sebagai pemuda Nahdliyin, cinta terhadap Nahdlatul Ulama dalam mensyiarkannya menjadi tanggung jawab moral. Jika saya konteks kan dengan generasi Z hari ini, perlunya merefleksikan kembali nilai” Taqwa. Agar Islam yang bersifat revolusioner sejak Nabi Muhamad SAW Membawakan Agama Islam, tetap menjadi karakteristik sebagai rahmatan lilalamin. Bukan malah melekat dan kental pada Status quo.
Dalam Buku Teologi Pembebasan Ali Saryati. “Taqwa dimaksud bukan hanya mempertahankan ibadah ritual saja, tanpa ada keadilan sosial tidak akan ada ketaqwaan”. Keadilan sosial dalam Islam berakar pada tauhid, keyakinan kepada Tuhan secara otomatis mempunyai konsekuensi untuk menciptakan keadilan. (Nawab Haidir Naqvi)
Lalu apakah ketaqwaan terhadap pemerataan sosial hari ini benar-benar di implementasikan oleh jajaran Pengurus Besar Nahdlatul Ulama?
Nahdlatul Ulama adalah organisasi keagamaan Islam Indonesia yang berlandaskan Ahlusunnah wal jama’ah. NU merupakan gerakan Islam yang berkomitmen untuk memperkuat ajaran Islam yang tradisional, menjaga persatuan umat Muslim, serta berperan aktif dalam pembangunan sosial dan politik di Indonesia. Didirikan oleh Hasyim Asy’ari, kepala Pondok Pesantren Tebuireng dari Jombang, Jawa Timur. NU memiliki anggota berkisar lebih dari 95 juta pada Tahun 2021 yang menjadikannya sebagai organisasi Islam terbesar di dunia. (Refrensi Nu.Online.id)
Seharusnya jika dilihat situasi hari ini sangat strategis dan menguntungkan, karena banyak beberapa kursi strategis dipemerintahan yang di isi oleh ulama ulama besar yang lahir dari rahim Nahdlatul Ulama. Entah di Eksekutif Maupun Legislatif, sebagai contoh Wakil Presiden Republik Indonesia (K.H Ma’ruf Amin) hari ini adalah tokoh besar berpengaruh yang lahir dari Rahim Nahdlatul Ulama Namun. Bisa kita saksikan pemerataan Pendidikan, Ekonomi, Kesehatan. Belum terasa dampak nya kepada seluruh unsur yang di klaim lebih dari 95 Juta Jiwa sebagai Bagian dari pada Ormas Nahdlatul Ulama tersebut.
Syiar yang dilakukan hari ini lebih mendekati perilaku Feodalisme, mengapa demikian? Sebab penekanan terhadap adab kepada ulama sangat di tekankan sehingga nalar kritis para santri cenderung melemah. Bahkan banyak yang menyalahgunakan kekuasaan sebagai alat untuk memperkaya dan menguntungkan diri pribadi, sehingga kolusi dan nepotisme marak menjalar.
Posisi santri (yang hari ini bagian dari anak muda) disini, dibenturkan Oleh kata-kata Dogmatis yang lahir dari budaya Konservatif. Sebagai siasat sehingga kebanyakan santri cenderung enggan untuk menegakkan ketidakadilan yang terjadi di sekitarnya. Penekanan dalam kutipan ini adalah penting memang menjaga adab serta kesopanan, namun juga hal itu harus dibarengi dengan Analisis dan nalar kritis yang harus tetap di jaga. Agar tidak ada penyalahgunaan kekuasaan yang mengatasnamakan Agama, padahal hal tersebut jika ditelaah ternyata bagian siasat dalam memper langgeng kekuasaan.
Melihat situasi yang terjadi hari ini, penting untuk kaum muda nahdliyin menanamkan jiwa-jiwa revolusioner sebagai bentuk penanaman ketaqwaan yang bisa kita ambil dari tauladan sosok revolusioner Nabi Muhammad SAW. Sejatinya perilaku liberatif terkadang perlu di terapkan dalam situasi dimana kebijakan yang di lakukan oleh pemimpin, jauh dari aspek pro terhadap rakyat marjinal (terpinggirkan).
Sebab jika bisa kita petik dari Q.S Al Qashash Ayat 5. “”Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi,” dengan cara Kami menghilangkan dari mereka materi-materi penindasan, dan membinasakan orang yang melawan mereka dan menelantarkan orang yang memerangi mereka, “dan hendak menjadikan mereka pemimpin,” di dalam agama.”” Sangat jelas bahwa Islam yang di sampaikan dan di syiar kan oleh Ayat Al Quran Serta diimplementasikan oleh Rasul, seharusnya menjadi rahmat serta keniscayaan bagi orang-orang minoritas apalagi mereka yang termarjinal kan oleh keadaan ekonomi.
Menyongsong Indonesia Emas 2045 bukan hanya Skill individual yang hanya kita tanamkan untuk mewujudkan pilar pertama dan kedua dalam visi Indonesia 2045. Tapi juga rasa kemanusiaan, toleransi, serta kolektifitas, untuk dapat mewujudkan pilar ke tiga dan ke empat dalam visi Indonesia 2045. Dengan hal tersebut tidak mustahil peranan Pemuda Nahdliyin bisa mewujudkan 4 pilar yang ada dalam visi Indonesia Emas 2045, serta dapat menentukan arah bangsa ini lebih sejahtera dalam masalah pemerataan ekonomi, pendidikan, dan kesehatan. (Red)