SUMBAWA, infoaktualnews.com – Konflik agraria di Tanah Samawa antara pihak perusahaan PT. Sumbawa Bangkit Sejahtera (SBS) dengan Masyarakat.
Latief (50) matanya berkaca-kaca. Dia berusaha menahan air mata yang mengungkapkan kesedihannya. “Saya benar-benar tidak habis pikir. Apa maksud dari perusahaan ini,” tutur Latief.
Heran juga kata dia, mengapa pemerintah tidak segera mengambil sikap atas apa yang terjadi pada warga Desa Sepayung, Kecamatan Plampang Kabupaten Sumbawa, NTB.
Lanjut dia menuturkan, semua anggota kelompok tani mentingal tidak bisa menanam jagung. Kalau tidak bisa menanam artinya tidak ada yang kami panen. “Anak-anak kami akan putus sekolah,”
Jika melihat kondisi, HGU seperti tidak ada batasnya. Bahkan bisa memasuki lahan warga, dokumen ketua kelompok tani kami tidak dianggap sama sekali, sesalnya.
“Oleh sebab itu, Saya dan beberapa anggota Kelompok Tani Mentingal dituduh melakukan penyerobotan lahan oleh PT.SBS cerita Muhammad (45), ketua kelompok tani mentingal. Pihak PT. SBS melaporkan kami atas tuduhan tersebut ke Polres Sumbawa. Padahal kami tidak merasa menyerobot lahan Perusahaan. Kami sudah menggarap sejak tahun 2012 di lokasi yang di klaim oleh perusahaan sebagai milik mereka melalui izin Hak Guna Usaha (HGU),” paparnya.
Dimana di lahan tersebut akan ditanami tanaman sisal (Agave Sisalana Ferrine). Tanaman berdaun hijau, runcing dan berduri, mirip seperti pohon nanas, ditanam di lokasi kering dengan jarak renggang, menjadi bahan baku pembungkus kabel dan pembuatan tali. Meskipun tanaman ini memiliki beragam manfaat, justru menjadi sumber petaka bagi warga Sepayung. ujarnya dia.
Diketahui, ada 100 hektar lahan kami yang berlokasi di mentingal diambil alih oleh perusahaan. 50 hektar sudah dikembalikan ke warga melalui Putusan Mahkamah Agung pada tahun 2021 atas gugatan PT. SBS melawan kelompok tani mentingal. Akan tetapi tanah tersebut tidak dikembalikan kepada kami pemilik awal melainkan kepada warga lain, dengan skema petani plasma. terang Muhamad.
“Ini menambah konflik baru,” ungkapnya.
Diakui dia, aparat keamanan seakan bersikap tidak netral, mereka melarang warga melakukan aktivitas apapun dilahan konflik. Namun anehnya pihak perusahaan tetap dibiarkan beraktifitas.
Untuk diketahui, Muhammad adalah satu dari sekian banyak warga komunitas adat Rebu Payung yang tinggal di Desa Sepayung, Kecamatan Plampang, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, juga ketua kelompok tani mentingal, yang kini berjuang untuk mempertahankan haknya dari penguasaan PT. SBS karena mengantongi izin HGU. (IA)