Sumbawa Barat, infoaktuanews.com – Ifan Supriadi meragukan validitas Hasil Survei Politika Research Consulting (PRC) yang rilis pada tanggal 24 September 2024.
Menurut Presisi yang disampaikan Ifan selaku peneliti dan suvervisor Regional Pulau Sumbawa tersebut pada Jum’at (27/09/2024) bahwa “wajar saja menuai kritik dan perdebatan, karena hasilnya selalu bertolak belakang dari realita, untuk itu kita mempertanyakan terkait metodologi yang digunakan” ungkapnya.
Adapun pertimbangan pertama, PRC tidak menjelaskan terkait dengan detail metodologinya, terutama terkait dengan teknik penentuan sampling. Mereka (PRC) langsung kepada metode pengambilan data dengan menggunakan teknik wawancara face to face.
“Padahal tekhnik penentuan sampling itu paling utama dalam menentukan tingkat validitas hasil survei, Logikanya begini, data di dapatkan dari hasil wawancara tatap muka surveyor dan responden, tapi tekhnik yang digunakan untuk menentukan seseorang yang memiliki wajib pilih masuk menjadi katagori responden yang di wawancarai itu bagaimana? Iya benar ada 800 responden yg memiliki hak pilih, tapi apakah responden 800 itu bisa mewakili keseluruhan pemilih KSB? Jawabannya sangat tidak mungkin kalau tidak dijelaskan metode apa yang digunakan dalam penentuan sampel yang 800 tersebut, itulah pentingnya metodologi dalam sebuah survei” tutur Ifan.
Hal hal lain seperti Primery Sampling Unit (PSU), BNBA responden dan surveyor serta pendanaan bolehlah tidak di publikasikan karena itu menjadi dapur lembaga.
Padahal penilaian publik terhadap kredibelitas sebuah lembaga bukan pada alamat domisili kantor lembaga tersebut, akan tetapi apakah lembaga tersebut memuat unsur-unsur penting dalam publikasi hasil surveinya atau tidak, salah satunya Transparansi Metodologi.
“Jadi wajar kalau alam sadar publik berspekulasi macam-macam. Menduga ini ada unsur kesengajaan untuk antisipasi terjadinya pertanyaan saat uji validitas nanti” cetusnya.
Kedua. Soal afiliasi lembaga dengan salah satu Paslon, Sebagai lembaga yang berpengalaman dan matang sebenarnya tidak perlu lagi validasi diri dengan menjelaskan kepada publik bahwa dirinya tidak berafiliasi dengan salah satu paslon.
“Karena menurut saya, semakin dia menjelaskan dirinya tidak berafiliasi dengan salah satu Paslon, semakin menjelaskan kepada publik kalau memang berafiliasi, Teori psikologinya kan begitu, self-fulfilling prophecy namanya itu lebih lebih dikuatkan lagi dengan adanya komentar paslon di paragraf berikutnya” ujarnya.
Kemudian, yang ketiga, Ifan mempersoalkan hasil dari variabel Approval terkait kinerja bupati dan wakil bupati dengan menempatkan wakil bupati memiliki kinerja tertinggi daripada bupati.
Pertanyaannya, di daerah mana pernah terjadi di negara ini bahwa tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja Wakil Bupati lebih tinggi dari kinerja Bupati? Kan absurd jadinya.
“Jadi menurut saya, Variabel Approval ini bukannya semakin mendongkrak justru melemahkan, kalau teori psikologinya disebut Overcopensation, dimana seseorang berusaha keras ingin membuktikan diri justru memperlihatkan kelemahan dan kerentanan” cetusnya.
Kalaupun mau menggiring persepsi publik dengan hasil survei, sebaiknya dibuat senatural mungkin, jangan sampai terkesan untuk menghindari penilaian yang sifatnya generalisasi. [red]