SUMBAWA, infoaktualnews.com – Suatu siang yang cerah di pelosok desa, warga telah bersiap menyambut kedatangan Umi Rohmi. Panitia acara dengan penuh perhatian menyiapkan karpet dan tempat duduk yang lebih tinggi untuk Umi Rohmi, berbeda dari tempat duduk warga.
Namun, begitu Umi Rohmi tiba, sikap kesederhanaannya langsung terlihat.
Ketika dipersilakan untuk duduk di atas karpet yang telah disediakan, Umi Rohmi tersenyum hangat dan berkata “Terima kasih, tapi saya ingin duduk bersama warga.”
Dengan langkah ringan, Umi Rohmi memilih duduk di antara warga, bahkan duduk tanpa alas di atas pondasi rumah, sementara warga duduk di atas karpet.
Keputusan itu membuat para warga terharu. Seorang ibu mendekat, dengan raut wajah yang penuh hormat dan sedikit bingung. “Bu Umi, kenapa tidak duduk di sini saja? Di sini lebih nyaman,” ucap sang ibu dengan nada penuh perhatian.
Dengan penuh kasih sayang, Umi Rohmi meraih tangan ibu itu dan menjawab dengan lembut, “Saya lebih senang duduk di sini, Bu. Biar saya bisa benar-benar merasakan kebersamaan dengan warga. Yang penting bukan di mana kita duduk, tapi bagaimana kita bisa saling mendengarkan dan merasakan bersama.”
Warga yang menyaksikan percakapan itu merasa semakin dekat dengan Umi Rohmi. Mereka melihat dalam dirinya bukan hanya seorang calon pemimpin, tetapi seorang ibu yang penuh kasih dan perhatian.
Oleh karena itu, dengan sikapnya yang sederhana, Umi Rohmi memperlihatkan bahwa ia peduli dengan warga dari hati, bukan sekadar formalitas.
Di momen itu, suasana menjadi hangat, penuh dengan perasaan saling menghargai. Sikap Umi Rohmi yang rendah hati dan penuh kasih sayang memperlihatkan bahwa dirinya tak hanya ingin memimpin, tapi juga memahami dan menyatu dengan rakyatnya. Warga merasa bahwa Umi Rohmi adalah sosok yang benar-benar hadir untuk mereka, bukan hanya sebagai pemimpin, tetapi sebagai seorang ibu yang selalu ada, penuh perhatian, dan siap mendengarkan setiap keluh kesah mereka. (IA)