SUMBAWA, Infoaktualnews.com — Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Daerah Sumbawa menyampaikan pernyataan sikap resmi terkait aktivitas pertambangan PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) di wilayah adat Suku Berco, serta menyikapi penggunaan standar keberlanjutan dan sertifikasi internasional oleh perusahaan tersebut.
Ketua AMAN Daerah Sumbawa Febriyan Anindita, SH., menegaskan bahwa, Praktik Greenwashing di Balik Sertifikasi Copper Mark. PT AMNT mengklaim telah menerapkan prinsip keberlanjutan dan memperoleh sertifikasi Copper Mark sebagai bukti praktik pertambangan yang bertanggung jawab.
Kendati demikian, ungkap Febri akrab disapa advokat Muda ini, realita di lapangan menunjukkan sebaliknya. Operasi pertambangan di wilayah adat Suku Berco dilakukan tanpa adanya pengakuan hak masyarakat adat dan tanpa pelaksanaan prinsip Free, Prior and Informed Consent (FPIC) sebagaimana diamanatkan dalam Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (UNDRIP) serta UUD 1945.
“Keberlanjutan yang diklaim PT AMNT hanyalah kemasan. Di balik narasi ESG mereka, makam leluhur kami digerus, wilayah adat kami diabaikan. Ini bukan investasi berkelanjutan, ini perampasan yang disertifikasi,” tegas Febri.
Oleh karena itu, sambung dia, Pemasangan Tanda Protes di Situs Leluhur Sebagai bentuk penolakan terhadap ancaman pertambangan terhadap situs budaya, masyarakat adat Suku Berco telah memasang tanda pada 21 kompleks makam leluhur sebagai simbol protes.
“Tindakan ini merupakan respon atas ketidakpastian perlindungan hak adat dan ancaman kerusakan kawasan sakral akibat aktivitas tambang di Blok Elang (Dodo Rinti),” harap Febri.
Disisi lain, AMAN menuntut Kepada Pemegang Saham dan Investor PT AMNT termasuk investor internasional yakni;
1. Menghentikan seluruh investasi di PT AMNT sampai pengakuan hak masyarakat adat Suku Berco dilaksanakan sepenuhnya.
2. Mengevaluasi seluruh klaim keberlanjutan dan sertifikasi, khususnya Copper Mark, yang saat ini hanya menjadi instrumen greenwashing.
3. Menuntut audit independen, melibatkan masyarakat adat sebagai pemilik sah wilayah, untuk memastikan penghormatan terhadap FPIC dan hak asasi manusia.
Selain itu, Pengakuan Hak Adat Sebagai Prasyarat Keberlanjutan.
AMAN Daerah Sumbawa, sambung Febri, bahwa keberlanjutan sejati diukur dari pengakuan hak masyarakat adat atas wilayah dan budayanya. Artinya, tanpa pengakuan dan perlindungan wilayah adat, setiap operasi bisnis di atas wilayah Suku Berco adalah bentuk pelanggaran hak dan ancaman nyata terhadap keberlanjutan hidup masyarakat adat.
Atas dasar tersebut, AMAN Daerah Sumbawa menolak seluruh narasi keberlanjutan yang diklaim PT AMNT. tandasnya.
“Kami menyerukan solidaritas nasional dan internasional untuk menghentikan praktik greenwashing yang membahayakan masa depan masyarakat adat,” pungkas Febri. (IA)