Bangkok, infoaktualnews.com — Dari pedalaman Sumbawa, suara masyarakat adat Berco kini menggema hingga panggung internasional. Febriyan Anindita, Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Daerah Sumbawa, akan menjadi pembicara dalam United Nations Responsible Business and Human Rights Forum Asia-Pacific yang berlangsung di markas besar UNESCAP, Bangkok.
Febriyan dijadwalkan berbicara pada sesi “Centering Frontline Communities in the Green Transition and Responses to Environmental Harms” (19 September 2025, 09.00–10.00 ICT). Ia akan menyoroti bagaimana proyek tambang di wilayah adat Cek Bocek Selesek Reen Sury (Suku Berco) tidak hanya merampas tanah leluhur, tetapi juga menunjukkan wajah baru dari kolonialisme global: kolonialisme hijau.
“Transisi energi tidak boleh jadi dalih untuk mengulang penjajahan lama dengan wajah baru. Masyarakat adat harus menjadi penentu, bukan korban,” ujar Febriyan sebelum keberangkatannya ke Bangkok.
Isu yang dibawa AMANDA Sumbawa telah mendapat perhatian luas. Sebelumnya, organisasi ini bersama jejaring masyarakat sipil telah mengajukan laporan resmi ke Dewan HAM PBB, menyoroti pelanggaran serius oleh PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT). Laporan itu mengkritisi praktik greenwashing dalam sertifikasi Copper Mark, yang digunakan perusahaan tambang untuk membungkus citra “berkelanjutan” sembari mengabaikan prinsip Free, Prior and Informed Consent (FPIC) dan mengancam situs sakral leluhur masyarakat adat Berco.
Forum UNESCAP sendiri menjadi ajang penting yang mempertemukan berbagai aktor kunci: lembaga PBB, akademisi, gerakan masyarakat sipil, hingga sektor bisnis. Nama-nama penting seperti Dr. Pichamon Yeophantong (Chairperson, UN Working Group on Business and Human Rights), Zubair Torwali (Executive Director, IBT), dan Pianporn Deetes (International Rivers) turut hadir sebagai pembicara. Diskusi akan dipandu oleh Prabindra Shakya dari Asia Indigenous Peoples Network on Extractive Industries and Energy (AIPNEE).
Kehadiran Ketua AMANDA Sumbawa di Bangkok menjadi bagian dari konsistensi perjuangan masyarakat adat Berco: dari desa, ke Dewan HAM PBB, hingga forum bisnis dan HAM Asia-Pasifik. Pesannya jelas: perjuangan ini bukan tentang tahta atau mahkota, melainkan tentang martabat, kedaulatan, dan hak untuk menentukan masa depan sendiri di tanah leluhur. (*)












