Program Desa Berdaya NTB Perlu Sentuhan NGO dan Tenaga Lokal

Mataram, NTB – Program Desa Berdaya yang menjadi salah satu agenda prioritas Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dinilai masih menghadapi tantangan besar. Dengan alokasi anggaran rata-rata Rp 300–500 juta per desa per tahun untuk 1.021 desa, total kucuran dana bisa mencapai Rp 306–510 miliar setiap tahun. Namun, efektivitasnya dipertanyakan jika pelaksanaan hanya didominasi oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) tanpa melibatkan aktor lokal.

Aktivis sosial dan pemerhati pembangunan desa, Muhazi Ramadhan, menilai program Desa Berdaya perlu membuka ruang partisipasi yang lebih luas bagi NGO berpengalaman serta masyarakat desa sendiri.

“Dengan anggaran sebesar itu, jangan sampai dana lebih banyak terserap untuk administrasi dan kegiatan seremonial. Harus ada skema yang langsung menyentuh masyarakat, misalnya melalui perekrutan pendamping lokal desa. NGO bisa menjadi mitra strategis untuk memastikan program tepat sasaran,” ujar Muhazi, Minggu (21/9).

Menurutnya, jika setiap desa merekrut minimal dua hingga tiga pendamping lokal dari kalangan pemuda dengan insentif Rp 2,5–3 juta per bulan, maka bukan hanya desa terbantu secara teknis, tetapi juga membuka lapangan kerja nyata. “Artinya, selain mendukung visi Gubernur Iqbal-Dinda dalam memberdayakan desa, program ini juga bisa sekaligus menekan angka pengangguran pemuda NTB,” jelasnya.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) NTB, jumlah pengangguran terbuka di NTB per Februari 2025 mencapai 102,63 ribu orang dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sekitar 3,22 persen dari total angkatan kerja sebanyak 3,19 juta orang. Angka ini menjadi tantangan serius, khususnya di kalangan pemuda usia produktif yang mendominasi kelompok pencari kerja.

Namun, Muhazi mengingatkan bahwa realisasi program tidaklah mudah. Pasalnya, pemerintah provinsi juga harus mengawal 10 Program Unggulan dan 19 Kegiatan Prioritas Daerah yang telah ditetapkan dalam RPJMD Provinsi NTB 2025-2029. Kondisi ini membuat OPD rentan terbagi fokus, sehingga pelaksanaan Desa Berdaya berpotensi kurang maksimal.

“Beban agenda unggulan dan prioritas itu akan mempersulit pola pelaksanaan program jika OPD tetap dipaksa menjadi pelaksana utama. Karena sifat birokrasi itu terbatas: regulasi ketat, waktu terbagi, dan SDM tersita di banyak sektor. Tanpa kolaborasi, program sebesar ini sulit optimal,” tegasnya.

Muhazi menekankan, pola kolaborasi OPD, NGO, dan pendamping lokal akan lebih efisien ketimbang pelaksanaan sepenuhnya berbasis birokrasi. “OPD cukup sebagai regulator dan pengawas. Pelaksanaan teknis harus memberi ruang bagi NGO dan tenaga lokal desa. Dengan begitu, program ini benar-benar menjadi Desa Berdaya, bukan sekadar slogan lima tahunan,” tambahnya.

Ia pun merekomendasikan agar Pemprov NTB segera menyusun regulasi kemitraan yang mengatur peran NGO dan mekanisme perekrutan terbuka bagi tenaga lokal. “Jika hal ini dijalankan, Desa Berdaya akan punya multiplayer effect: desa terangkat, pemuda bekerja, dan visi NTB bisa benar-benar diwujudkan,” pungkas Muhazi. (IAN-Red)

Mau punya Media Online sendiri?
Tapi gak tau cara buatnya?
Humm, tenang , ada Ar Media Kreatif , 
Jasa pembuatan website berita (media online)
Sejak tahun 2018, sudah ratusan Media Online 
yang dibuat tersebar diberbagai daerah seluruh Indonesia.
Info dan Konsultasi - Kontak 
@Website ini adalah klien Ar Media Kreatif disupport 
dan didukung penuh oleh Ar Media Kreatif

error: Upss, Janganlah dicopy bang ;-)