Sumbawa, infoaktualnews.com — Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kabupaten Sumbawa, Hj. Ida Fitria Syarafuddin Jarot, SE, mengunjungi kegiatan Pameran Keliling dan Ekspresi Budaya Nusa Tenggara Barat (NTB) yang digelar di Istana Dalam Loka, Sumbawa Besar, Rabu (22/10).
Kegiatan yang berlangsung selama dua hari, mulai tanggal 22 hingga 23 Oktober 2025 ini, menampilkan beragam koleksi bersejarah yang menjadi saksi perjalanan panjang kebudayaan masyarakat NTB, khususnya warisan kesultanan dan tradisi wastra khas Sumbawa.
Dalam kunjungannya, Ketua Dekranasda didampingi oleh Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sumbawa, Fithriyati, SP., MT, serta Wakil Ketua Harian Dekranasda Kabupaten Sumbawa, Ir. Irin Wahyu Indarni. Rombongan terlihat antusias menelusuri setiap ruang pamer, memperhatikan detail setiap kain, replika benda pusaka, dan artefak yang sarat makna simbolik.
Pameran ini menghadirkan koleksi dari Museum Negeri NTB, UPT Museum Daerah Kab. Sumbawa, dan Museum Bala Datu Ranga, yang secara keseluruhan memperlihatkan kesinambungan sejarah, estetika, dan filosofi masyarakat Samawa.
Salah satu koleksi yang mencuri perhatian adalah Sapu’ Alang dengan motif Lonto Engal, kain songket dari benang katun dan perak yang digunakan sebagai ikat kepala oleh kaum laki-laki Samawa, simbol kejantanan dan kehormatan. Ada pula Kerudung bermotif Kemang Setange, Wajik, dan Lonto Engal yang biasa digunakan perempuan sebagai penutup kepala, mencerminkan kelembutan dan kesucian.
Koleksi lain seperti Kere Alang dengan motif Cepa, Selimpat, Lonto Engal, Piyo, Pohon Hayat, dan Kemang Setange merupakan kain kebesaran kalangan bangsawan Sumbawa yang dikenakan dalam upacara adat, di mana setiap motif mengandung makna simbolik seperti kehidupan, kebangsawanan, dan keseimbangan alam.
Tak kalah menarik, pengunjung juga dapat melihat Kere Alang “Meraja Sangaji”, kain bersejarah yang dibuat sekitar tahun 1790. Kain ini menggambarkan persatuan dua kesultanan besar di NTB, yakni Kesultanan Bima dan Kesultanan Sumbawa, melalui simbol garuda berkepala dua dan lipan api. Kain ini dibuat dengan teknik songket dan sulam menggunakan benang katun dan perak tahan uji, dan pernah digunakan pada pernikahan agung antara Sultan Bima Abdul Hamid Ruma Mantau Asi Saninu dengan Sultanah Sumbawa Syafiatuddin. Koleksi bersejarah ini menjadi salah satu artefak paling berharga yang memadukan makna politik, budaya, dan keindahan seni wastra.
Selain kain tenun, pameran ini juga menampilkan Kere Barak dengan motif kotak-kotak yang mencerminkan kesederhanaan dan digunakan sebagai pelengkap pakaian sehari-hari masyarakat Samawa.
Sementara itu, benda-benda kerajaan seperti Replika Pakebas (Kipas Emas) dan Replika Salepa (wadah rokok Sultan Sumbawa) turut menjadi daya tarik. Kipas emas yang dibuat di Bali pada tahun 1998 ini merupakan replika dari kipas milik Kesultanan Sumbawa yang dihiasi motif Pusuk Rebong, Lonto Engal, dan bentuk geometris, yang tidak hanya berfungsi sebagai kipas tetapi juga alat simbolik untuk menyodorkan sesuatu kepada Sultan. Sedangkan replika Salepa menampilkan keindahan ukiran logam dengan motif Lonto Engal dan geometris, menggambarkan kemewahan dan kehalusan rasa estetika istana Sumbawa di masa lampau.
Ketua Dekranasda Kab. Sumbawa, Hj. Ida Fitria, menyampaikan apresiasinya atas penyelenggaraan pameran ini yang dinilai mampu menghadirkan kembali nilai-nilai luhur dan sejarah panjang budaya Samawa di ruang publik.
Menurutnya, pameran seperti ini penting bukan hanya untuk memperlihatkan benda-benda bersejarah, tetapi juga untuk menanamkan rasa bangga terhadap identitas lokal. “Kain tenun, motif, dan benda pusaka yang kita lihat hari ini adalah jejak peradaban yang luar biasa. Di balik keindahannya, tersimpan filosofi dan pandangan hidup yang patut dipelajari oleh generasi muda,” ujarnya dengan penuh kebanggaan.
Lebih jauh, Hj. Ida Fitria menegaskan bahwa semangat pelestarian warisan budaya harus sejalan dengan upaya pengembangan ekonomi kreatif. Ia menilai bahwa tenun dan kriya tradisional Sumbawa memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi produk modern yang tetap berakar pada nilai budaya lokal.
“Dekranasda berkomitmen untuk terus mendukung para pengrajin, agar karya mereka tidak hanya lestari tetapi juga memiliki nilai tambah ekonomi. Budaya bukan hanya untuk dikenang, tetapi juga untuk dihidupkan kembali dalam bentuk baru yang relevan dengan zaman,” ujarnya. (*)












