InfoaktualNews.com, Jakarta –
Tumpukkan Uang yang di gelar di Kejaksaan Agung RI, mengeksekusi barang bukti uang hasil korupsi terdakwa penjualan kondensat di BP Migas Honggo Wendratno sebesar Rp 97 milliar.
Uang itu akan dikembalikan kepada kas negara. Eksekusi bukti perkara itu dilakukan langsung oleh sejumlah pejabat utama Kejaksaan Agung RI di Kantornya, Jakarta Selatan pada Selasa (7/7).
Berita yang di kutip dari Tribunnews, tumpukan uang tersebut juga diperlihatkan di hadapan awak media.
Tumpukan uang pecahan Rp 100 ribu tersebut diletakan di dua meja yang dijejerkan secara memanjang sepanjang 3 meter. Di dalam satu kemasan plastik, terdapat 8 hingga 11 gepokan uang Rp 100 ribuan. Gepokan uang di dalam plastik itu kemudian ditumpuk lagi secara vertikal hingga hampir menutupi meja konferensi pers.
Di depan meja itu tertuliskan, total uang korupsi tersebut tercantum mencapai Rp 97.090.201.578. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Ali Mukartono mengatakan eksekusi itu menyusul setelah pengadilan negeri Jakarta Selatan memvonis perkara tersebut, Senin (22/6) lalu.
“Kita melakukan eksekusi terhadap perkara tindak pidana korupsi terkait dengan kondesat atas nama terpidana Honggo Wendratno, yang telah berkekuatan hukum pada minggu yang lalu karena sudah berkekuatan hukum maka harus dieksekusi,” kata Ali.
Tak hanya uang, pihaknya juga mengeksekusi kilang LBG PT TLI di Tuban, Jawa Timur dalam perkara tersebut. Dalam perkara ini, kerugian negara sejatinya mencapai Rp 35 triliun.
Namun, pihaknya masih mengejar kekurangan kerugian negara dengan menyita aset-aset dari pihak terkait dalam kasus tersebut.
“Jadi keseluruhan perkara ini kerugian keuangan negara sekitar Rp 35 triliun, tetapi terakhir masih ada kekurangan 128 juta US Dollar sekitar Rp 1,7 sampai 1,8 triliun. Dari kekurangan ini diperhitungkan harga kilang tadi,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Direktur Utama PT Trans-Pasific Petrochemical Indotama (TPPI), Honggo Wendratno, divonis pidana penjara selama 16 tahun dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan.
Honggo Wendratno dinyatakan terbukti melakukan perbuatan melawan hukum hingga merugikan keuangan negara terkait pembelian kondensat (gas bumi berupa cairan) bagian negara yang mengakibatkan kerugian negara Rp 2,7 miliar dollar Amerika Serikat atau Rp 37,8 triliun.
Persidangan digelar secara in absentia, karena Honggo masih berstatus buron. Dalam istilah hukum, pengadilan in absentia adalah sebagai upaya mengadili seseorang dan menghukumnya tanpa dihadiri terdakwa tersebut.
“Mengadili terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” kata Ketua Majelis Hakim Rosmina di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin, (22/6).
Selain menjatuhkan pidana pokok, majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa membayar uang pengganti Rp 97 miliar.
Apabila tidak sanggup membayar, maka diganti hukuman penjara selama enam tahun. Sebagai tindak lanjut pembacaan putusan itu, majelis hakim memerintahkan Jaksa menyebarluaskan informasi vonis Honggo tersebut ke berbagai tempat.
“Memerintahkan penuntut umum untuk mengumumkan putusan ini pada papan pengadilan, kantor pemerintah, dan media lainnya,” tambahnya.
Untuk diketahui, Honggo melakukan perbuatan bersama dengan mantan Kepala BP Migas Raden Priyono dan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono. Mereka dinilai terbukti merugikan keuangan negara 2.588.285.650,91 dolar AS (sekitar Rp37,8 triliun).
Kasus ini bermula saat Dirut PT TPPI Honggo Wendratno mengajukan program PSO (Public Service Obligation) melalui surat ke BP Migas. Honggo mengklaim, selain mampu menghasilkan produk aromatic (paraxylene, benzene, orthoxylene, toluene), PT TPPI juga mampu memproduksi Bahan Bakar Minyak (BBM) khususnya Mogas RON 88 (bensin premium) sebagaimana Surat Nomor: TPPI/BPH Migas/L-040 tertanggal 5 Mei 2008 yang ditujukan kepada BP Migas.
Padahal saat itu PT TPPI mengalami kesulitan keuangan dan telah berhenti berproduksi dan PT TPPI memiliki utang kepada PT. Pertamina (Persero).
Honggo kemudian mengirimkan surat permohonan kepada Djoko selaku agar TPPI dapat membeli minyak mentah/kondensat sebagai bahan baku langsung dari BP Migas untuk produksi BBM guna memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Atas permohonan itu, Djoko menyetujuinya. Raden Priyono kemudian menunjuk PT TPPI sebagai penjual Kondensat bagian negara tapi penunjukan itu menyalahi prosedur.
Penunjukan langsung PT TPPI sebagai penjual kondensat bagian negara tidak melibatkan Tim Penunjukan Penjual Minyak Mentah/Kondensat Bagian Negara sehingga tidak pernah dilakukan kajian dan analisa selain itu penunjukan PT. TPPI sebagai penjual kondensat bagian negara tidak melalui lelang terbatas, PT TPPI tidak terdaftar di BP Migas, PT TPPI tidak pernah mengirim formulir atau penawaran, dan PT TPPI tidak menyerahkan jaminan berupa Open Credit/Irrevocable LC.
Priyono dan Djoko kemudian menyerahkan kondensat bagian negara kepada PT TPPI dari kilang Senipah, kilang Bontang Return Condensate (BRC) dan kilang Arun tanpa dibuatkan kontrak kerja sama dan tanpa jaminan pembayaran. Akibat penyerahan kondesat itu, Honggo tidak mengolah kondensat bagian negara itu di kilang TPPI.
PT TPPI mengolah kondensat bagian negara yang seharusnya menjadi Produk Mogas 88, kerosene dan solar yang dibutuhkan PT Pertamina, menjadi produk-produk olahan kondensat yang tidak dibutuhkan PT Pertamina.
Akibatnya, semua produk olahannya tidak dijual ke PT Pertamina (Persero) tetapi dijual ke pihak lain. Jumlah keseluruhan penyerahan kondensat bagian negara kepada Honggo sejak 23 Mei 2009 sampai 2 Desember 2011 sebanyak 33.089.400 barel dengan nilai AS$2.716.859.655. (IAN-Red)