InfoaktualNews.com, Mataram – Fakultas Teknik Universitas Samawa (UNSA) akan mengajukan ‘Amicus Curiae’ kepada Majelis Hakim Tipikor Mataram atas kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Labangka, Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat yang menjerat terdakwa Muhammad Firdaus dan Johan Satria atas kasusnya yang kini tengah menjalani sidang ke 13 di Pengadilan Tipikor Mataram.
‘Amicus Curiae’ secara sederhana dapat dipahami sebagai teman pengadilan, yaitu pihak yang menawarkan suatu bantuan kepada sebuah pengadilan berupa informasi, keahlian, wawasannya terkait kasus yang sedang ditangani tanpa diminta. Sedangkan informasi yang akan disajikan dalam bentuk singkat dan menjadi hak pengadilan untuk mempertimbangkan atau tidak paparan yang diberikan.
Peneliti dari Fakultas Teknik UNSA, Zulkarnaen (Dekan Fakultas Teknik UNSA)dan Badaruddin Dosen Fakultas Teknik UNSA, berharap Majelis Hakim dapat memutus kasus ini dengan hati-hati untuk memenuhi rasa keadilan bagi Muhammad Firdaus dan Johan Satria selaku terdakwa. ujarnya
“Sebagai akademisi keadaan ini benar-benar kami manfaatkan sebagai ruang penelitian, sekaligus menjadi masukan bagi orang-orang yang berkepentingan, data-data yang kami miliki antara lain Dokumen Time Schedule Pelaksanaan, Rencana Anggaran Biaya (RAB), Spesifikasi Teknis Gedung dan Metode Pelaksanaan”, kata Zulkarnaen dalam tulisannya yang berjudul ‘Mencari Keadilan di Bidang Jasa Konstruksi.
Berdasarkan keterangan press release kepada awak media, Selasa (26/5), Fakultas Teknik UNSA akan mengirimkan Amicus Curiae kepada Majelis Hakim Tipikor Mataram.
Selanjutnya ia memaparkan bahwa, dalam kasus ini, kedua terdakwa disangka melanggar mulai dari Pasal paling berat, sedang sampai dengan Pasal yang lebih ringan. Pasal paling berat (PRIMAIR) yang menjerat terdakwa Muhammad Firdaus yaitu Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahum 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). paparnya.
Sedangkan Pasal sedang (SUBSIDAIR) yang menjerat terdakwa Muhammad Firdaus yaitu Pasal 3 juncto Pasal 18 Ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahum 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Adapun Pasal yang paling meringankan (LEBIH SUBSIDIAR) yang menjerat terdakwa Muhammad Firdaus yaitu Pasal 9 juncto Pasal 18 Ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahum 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). ungkapnya.
Pandangan Zulkarnaen dan Badaruddin Dosen Fakultas Teknik UNSA
“Kasus pembangunan gedung Balai Nikah dan Manasik Haji KUA Kecamatan Labangka Tahun Anggaran 2018, yang dikerjakan oleh CV. Samawa Talindo Resource benar-benar menyita perhatian publik, perkembangan media terus kami ikuti hari perharinya hingga proses persidangan yang panjang, kesaksian ahli pun akhirnya dibantah oleh terdakwa,” terangnya.
Ia mengakui Sebagai akademisi yang secara kebetulan berbekal pengetahuan tentang konstruksi pembangunan gedung ingin memberikan pendapat terhadap apa yang sedang berkembang dalam persidangan kasus KUA Labangka. Tersirat bahwa pembangunan itu telah merugikan keuangan negara mendekati nilai kontrak, ada sesuatu yang mengganjal menurut kami bahwa sampai hari ini gedung itu masih berdiri tegak dan dalam keadaan baik meskipun telah terjadi gempa beberapa waktu yang lalu dan bahkan pusat gempa yang berskala 5,6 skala itu berpusat di Kecamatan Labangka (berita). Dasar itu kemudian kami berniat secara mandiri melakukan investigasi dan analisa apa yang sesungguhnya terjadi pada gedung yang baru dibangun tersebut. Dengan harapan kajian kami dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan majelis dalam memberikan putusan pada acara persidangan. ucapnya.
Zulkarnaen menjelaskan bahwa, “Data Mutu Beton yang kami dapatkan berdasarkan hasil uji hammer test yang dilakukan oleh Ahli “Memet Laksana Wijaya” dari UPT Pengujian Material Konstruksi dan Peralatan Dinas PUPR Kabupaten Sumbawa didapat bahwa kekuatan beton masing-masing kolom disebutkan sebagai berikut yakni;
1. Titik I kolom C dengan hasil perkiraan kuat tekan sebesar 194,79 kg/cm2
2. Titik II kolom L dengan hasil perkiraan kuat tekan sebesar 217,97 kg/cm2
3. Titik III kolom R dengan hasil perkiraan kuat tekan sebesar 103,26 kg/cm2
4. Titik IV kolom R dengan hasil perkiraan kuat tekan sebesar 129,30kg/cm2
5. Titik V kolom R dengan hasil perkiraan kuat tekan sebesar 107,58 kg/cm2
6. Titik VI kolom R dengan hasil perkiraan kuat tekan sebesar 83,73 kg/cm2
7. Titik VII kolom R dengan hasil perkiraan kuat tekan sebesar 79,13 kg/cm2
8. Titik VIII kolom C dengan hasil perkiraan kuat tekan sebesar 152,68 kg/cm2
9. Titik IX kolom L dengan hasil perkiraan kuat tekan sebesar 100,41 kg/cm2
10. Titik X kolom R dengan hasil perkiraan kuat tekan sebesar 74,70 kg/cm2
11. Titik XI kolom R dengan hasil perkiraan kuat tekan sebesar 135,58 kg/cm2”.
“Sebelum menjawab hasil uji Hammer Test yang dilakukan oleh Ahli “Memet Laksana Wijaya”, yang perlu kami sampaikan bahwa Standar Pengerjaan Beton disebutkan “Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung SNI 03-2847-2002” Pasal 7.6.5 berbunyi “Penyelidikan untuk hasil uji kuat tekan beton yang rendah”
selanjutnya pada ayat 7.6.5.1 dikatakan “Jika suatu uji kuat tekan [(7.6.2.4)] “Suatu uji kuat tekan harus merupakan nilai kuat tekan rata-rata dari dua contoh uji silinder yang berasal dari adukan beton yang sama dan diuji pada umur beton 28 hari atau pada umur uji yang ditetapkan untuk penentuan fc’ benda uji silinder yang dirawat di laboratorium menghasilkan nilai di bawah fc’ sebesar minimal 3,5 Mpa” [lihat 7.6(3(3b))] “sekali untuk setiap 120 m3 dari setiap mutu beton yang di cor setiap hari, atau tidak kurang dari atau bila uji kuat benda uji yang dirawat di lapangan menunjukkan kurangnya perlindungan dan perawatan pada benda uji” [lihat 7.6(4(4))], “prosedur untuk perlindungan dan perawatan beton harus diperketat jika kuat tekan beton yang dirawat di lapangan menghasilkan nilai fc’ yang kurang dari 85% kuat tekan beton pembanding yang dirawat di laboratorium. Batasan 85% tersebut tidak berlaku jika kuat tekan beton yang dirawat di lapangan menghasilkan nilai yang melebihi fc’ sebesar 3,5 Mpa. maka harus dilakukan analisis untuk menjamin bahwa tahanan struktur dalam memikul beban masih dalam batas yang aman”. [(7.6.5.2)] “Jika kepastian nilai kuat tekan beton yang rendah telah diketahui dan hasil perhitungan menunjukkan bahwa tahanan struktur dalam memikul beban berkurang secara signifikan, maka harus dilakukan uji contoh beton uji yang diambil dari daerah yang dipermasalahkan sesuai SNI 03-2492-1991, Metode pengambilan benda uji beton inti dan SNI 03-3403-1994, Metode pengujian kuat tekan beton inti.
Pada uji contoh beton inti tersebut harus diambil paling sedikit tiga benda uji untuk setiap uji kuat tekan yang mempunyai nilai 3,5 MPa dibawah nilai persyaratan fc ‘ .[(7.6.5.3)] “Bila beton pada struktur berada dalam kondisi kering selama masa layan, maka benda uji beton inti harus dibuat kering udara (pada temperatur 15 °C hingga 25 °C, kelembaban relatif kurang dari 60%) selama 7 hari sebelum pengujian, dan harus diuji dalam kondisi kering. Bila beton pada struktur berada pada keadaan sangat basah selama masa layan, maka beton inti harus direndam dalam air sekurang-kurangnya 40 jam dan harus diuji dalam kondisi basah”. [(7.6.5.4)] “Beton pada daerah yang diwakili oleh uji beton inti harus dianggap cukup secara struktur jika kuat tekan rata-rata dari tiga beton inti adalah minimal sama dengan 85% fc’, dan tidak ada satupun beton inti yang kuat tekannya kurang dari 75% fc’. Tambahan pengujian beton inti yang diambil dari lokasi yang memperlihatkan hasil kekuatan beton inti yang tidak beraturan diperbolehkan”. [(7.6.5.5)] “Bila kriteria 7.6(5(4)) tidak dipenuhi dan bila tahanan struktur masih meragukan, maka pengawas lapangan dapat meminta untuk dilakukan pengujian lapangan tahanan struktur beton sesuai dengan pasal 22 untuk bagian- bagian struktur yang bermasalah tersebut, atau melakukan langkah-langkah lainnya yang dianggap tepat,” pungkasnya. (IAN-Red)